Sampah Petasan Wadung Asri
Sumber: Dokumentasi EcoPedia

Tradisi merayakan Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha dengan petasan sudah menjadi rutinitas tahunan masyarakat di berbagai daerah. Namun, dibalik kemeriahannya, tradisi ini menyisakan persoalan lingkungan yang dinilai mengganggu oleh sebagian warga. Di Desa Tropodo, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo, tumpukan sampah kertas bekas petasan menjadi perhatian warga karena dinilai mengganggu kebersihan, keselamatan, dan kenyamanan masyarakat sekitar. 

Limbah sampah petasan di jalan ini tidak hanya merusak pemandangan saja, tetapi juga menimbulkan potensi bahaya bagi pengguna jalan dan berdampak pada saluran air, seperti yang diungkapkan oleh Novia. “Iya kalo masalah limbah sampah petasan itu memang sangat mengganggu ya, karena berserakan dimana-mana, bisa menyebabkan tersumbatnya saluran air dan membahayakan pengendara terutama pengendara motor, karena kalo tiba-tiba terbang kertasnya, akhirnya mengganggu penglihatan itu sangat berbahaya,” ujarnya. 

Fenomena sampah kertas bekas petasan disebut sebagai kegiatan rutinan yang selalu muncul saat momen hari besar seperti Idul Fitri dan Idul Adha. Rouf, warga di kawasan Wadung Asri, yang berasal dari Madura, menyampaikan bahwa kondisi tersebut terjadi setiap tahun, terutama sejak malam takbiran. Meski dirinya tidak merasa terganggu secara langsung karena tinggal di kos, namun secara visual, kondisi ini mengganggu pemandangan. 

Kondisi serupa juga dikonfirmasi oleh seorang warga Gedangan, Mulyono. Ia mengonfirmasi bahwa jumlah sampah petasan memang sangat banyak, khususnya pada malam lebaran. Ia mengatakan bahwa kondisi jalanan pada malam tersebut penuh sekali dengan sisa ledakan petasan. “Iya, pas lebaran itu, penuh sekali”, imbuhnya.

Berbeda dengan Idul Fitri, saat perayaan Idul Adha, sampah petasan tidak sebanyak itu. Rani, warga Rungkut menyampaikan bahwa fenomena ini tidak ditemukan secara signifikan pada Idul Adha. “Kalo untuk idul adha ini ga ada ya. Mungkin ada tapi ya nggak banyak gitu,” ujarnya. 

Tidak adanya petugas kebersihan khusus yang ditugaskan untuk menangani pembersihan sampah petasan di jalan raya ini mengakibatkan sampah tersebut hanya akan hilang dengan sendirinya akibat hujan ataupun angin. Hal ini disampaikan oleh Novi, yang menyebut bahwa limbah petasan kerap dianggap sebagai sampah liar tanpa penanganan khusus. Sementara itu, Rani menyatakan bahwa dirinya jarang melihat proses pembersihan secara langsung. Ia juga menuturkan bahwa jalanan seringkali tampak bersih tanpa mengetahui apakah disebabkan oleh angin atau telah dibersihkan.

Novia menyampaikan bahwa tradisi bermain petasan ini tidak mudah untuk dihilangkan, namun perlu diarahkan agar tidak merugikan masyarakat. Ia menyarankan agar aktivitas bermain petasan ini di satu lokasi seperti lapangan, sehingga sisa ledakan bisa lebih mudah dikendalikan dan dibersihkan. “Ya, kalo tradisi kan susah ya kita untuk menghilangkan tapi paling tidak dari masyarakat setempat atau pak rw atau pak rt  nya menghimbau untuk mercon nya itu di suatu tempat atau di lapangan yang nantinya sampah itu mudah dibersihkan. Jadi nggak di jalanan yang sampah itu mudah berterbangan kemana-mana dan berserakan dimana-mana” ujarnya. (alz/asa)

Infografis Sampah Petasan (EcoPedia: Rifky)